Dalam konsep pembuatan karya grafis yang brjudul "Luk 9" ini secara garis besar mempunyai konsep, bahwa dalam budaya Jawa telah dikenal senjata tradisional yaitu Keris. Ada berbagai macam jenis geris yang diliat dari filosofi desainnya. Dalam keris dikenal adanya Luk, yang biasanya kita kenal dengan bentuk yang bekelok-kelok. Jumlah Luk mempunyai arti tersendiri, salah satunya Keris Luk 9 melambangkan
kewibawaan, kharisma dan kepempiminan.
Dalam karya saya ini lebih banyak mengkritisi tentang harapan rakyat, yang selalu berandai-andai mempunyai pemimpin yang menjadi tauladan. Tetapi Pemimpin yang tidak selalu diidentikan dengan Presiden. Harapan itu kadang kosong, hanya dalam mimpilah mereka mendapatkan semua itu.
Begitulah sedikit banyak tentang konsep karya ini yang saya lanjutkan dengan pemaparan tentang progres pembuatannya...
1. Dalam langkah awal pembuatan karya ini, menyiapkan bahan serta alat, yaitu menuangkan imajinasi kita dalam bentuk sketsa diatas Hardboard. Penggunaan hardboard sebagai Matrix sendiri digunakan sesuai dengan teknik yang digunakan yaitu teknik Wood Cut.
2. Selanjutnya langsung keproses pencukilan matrix ini, sesuai dengan gambar sket dan gelam terang yang akan dipakai. Matrix yang tidak terkena cukilan akan terkena cat (gelap), begitu sebaliknya. Dalam gambar ke 2 dibawah ini saya juga memotong hardboard sesuai dengan sket. Hal ini dimaksudkan hanya untuk variasi byground semata.
3. Peoses selanjutnya yaitu pemberian warna dengan roll pada cukilan tadi, dan akan nampak gelap terang seperti foto dibawah ini seprti relief.
4. Setelah pemberian warna pada matrix, langkah selanjutnya adalah proses pencekan yang pertama. Media cetak yang saya gunakan kali ini adalah kertas Samsson. Dalam proses pencetakan pertama ini tidak perlu dapat warna yang pekat, karena bagian terang akan diwarna dengan menggunakan kuas terlebih dahulu seperti foto di bawah ini.
5. Langkah terakhir dalam proses menggrafis ini adalah mencetak kembali motif cukilan tadi, dengan bentuk dan posisi yang sama persis dengan cetakan yang pertama. Karena jika meleset akan terliha garis yang menumpuk. Dalam proses yang ke dua ini sekaligus langkah terakhir akan didapat warna yang pekat.
Hardboard cut, reduksi on Papper 55 x 120 cm " Luk 9 " A.P. Rezaputra
Teknik seni
grafis dapat
dibagi dalam kategori dasar sebagai berikut:
Cetak relief, di mana tinta berada
pada permukaan asli dari matrix.
teknik relief meliputi: cukil kayu, engraving kayu, cukil
linoleum/linocut, dan
cukil logam/metalcut.
Intaglio,
tinta berada di bawah permukaan matrix. teknik ini meliputi: engraving,
etsa,
mezzotint, aquatint, chine-collé dan drypoint;
planografi
di mana matrix permukaannya tetap, hanya mendapat perlakuan khusus pada
bagian
tertentu untuk menciptakan image/gambar. teknik ini meliputi: litografi,
monotype dan teknik digital
stensil,
termasuk cetak saring dan pochoir.
Teknik lain
dalam seni grafis yang tidak temasuk dalam kelompok ini adalah
‘kolografi’
(teknik cetak menggunakan kolase), proses digital termasuk giclée,
medium
fotografi serta kombinasi proses digital dan konvensional.
Kebanyakan
dari teknik di atas bisa juga dikombinasikan, khususnya yang berada
dalam
kategori sama. Misalnya, karya cetak Rembrandt biasanya secara mudah
disebut
dengan “etsa”, tapi seringkali dipakai juga teknik engraving dan
drypoint, dan
bahkan kadang-kadang tidak ada etsa-nya sama sekali.
1. Cukil Kayu
Cukil kayu , adalah salah satu teknik cetak relief, merupakan teknik
seni
grafis paling awal, dan merupakan satu-satunya yang dipakai secara
tradisional
di Asia Timur. Kemungkinan pertama kali dikembangkan sebagai alat untuk
menciptakan pola cetak pada kain, dan pada abad ke-5 dipakai di Tiongkok
untuk
mencetak teks dan gambar pada kertas. Teknik cukil kayu di atas kertas
dikembangkan sekitar tahun 1400 di Eropa, dan beberapa waktu kemudian di
Jepang. Di dua tempat ini, teknik cukil kayu banyak digunakan untuk
proses
membuat gambar tanpa teks.
2. Engraving
Proses ini dikembangkan di Jerman sekitar tahun 1430 dari engraving
(ukiran
halus) yang digunakan oleh para tukang emas untuk mendekorasi karya
mereka.
penggunaan alat yang disebut dengan burin merupakan ketrampilan yang
rumit.
Pembuat engraving memakai alat dari logam yang diperkeras yang disebut
dengan
burin untuk mengukir desain ke permukaan logam, tradisionalnya memakai
plat
tembaga. Alat ukir tersebut memiliki bermacam-macam bentuk dan ukuran
menghasilkan jenis garis yang berbeda-beda.
Seluruh
permukaan plat diberi tinta, kemudian tinta dibersihkan dari permukaan,
yang
tertinggal hanya tinta yang berada di garis yang diukir. Kemudian plat
ditaruh
pada alat press bertekanan tinggi bersama dengan lembaran kertas
(seringkali
dibasahi untuk melunakkan). Kertas kemudian mengambil tinta dari garis
engraving (bagian yang diukir), menghasilkan karya cetak.
3. Etsa
Etsa adalah bagian dari kelompok teknik intaglio bersama dengan
engraving,
drypoint, mezzotint dan aquatint. Proses ini diyakini bahwa penemunya
adalah
Daniel Hopfer (sekitar 1470-1536) dari Augsburg, Jerman, yang
mendekorasi baju
besinya dengan teknik ini. Etsa kemudian menjadi tandingan engraving
sebagai
medium seni grafis yang populer. Kelebihannya adalah, tidak seperti
engraving
yang memerlukan ketrampilan khusus dalam pertukangan logam, etsa relatif
mudah
dipelajari oleh seniman yang terbiasa menggambar.
Hasil
cetakan etsa umumnya bersifat linear dan seringkali memiliki detail dan
kontur
halus. Garis bervariasi dari halus sampai kasar. Teknik etsa berlawanan
dengan
teknik cukil kayu, pada etsa bagian permukaan tinggi bebas tinta, bagian
permukaan rendah menahan tinta. Mula-mula selembar plat logam (biasanya
tembaga, seng atau baja) ditutup dengan lapisan semacam lilin. Kemudian
seniman
menggores lapisan tersebut dengan jarum etsa yang runcing, sehingga
bagian
logamnya terbuka. Plat tersebut lalu dicelupkan dalam larutan asam atau
larutan
asam disapukan di atasnya. Asam akan mengikis bagian plat yang digores
(bagian
logam yang terbuka/tak terlapisi). Setelah itu, lapisan yang tersisa
dibersihkan dari plat, dan proses pencetakan selanjutnya sama dengan
proses pada
engraving.
4. Mezzotint
Salah satu cara lain dalam teknik intaglio di mana plat logam terlebih
dahulu
dibuat kasar permukaannya secara merata; gambar dihasilkan dengan
mengerok halus
permukaan, menciptakan gambar yang dibuat dari gelap ke terang. Mungkin
juga
menciptakan gambar hanya dengan mengkasarkan bagian tertentu saja,
bekerja dari
warna terang ke gelap.
Mezzotint
dikenal karena kualitas tone-nya yang kaya: pertama, karena permukaan
yang
dikasarkan secara merata menahan banyak tinta, menghasilkan warna cetak
yang
solid; kedua, karena proses penghalusan tekstur dengan menggunakan
burin, atau
alat lain menghasilkan gradasi halus untuk mengembangkan tone.
Metode
mezzotint ditemukan oleh Ludwig von Siegen (1609-1680). Proses ini
dipakai
secara luas di Inggris mulai pertengahan abad delapanbelas, untuk
mereproduksi
foto dan lukisan.
Aquatint adalah variasi dari etsa. Seperti etsa, aquatint menggunakan
asam
untuk membuat gambar cetakan pada plat logam. Pada teknik etsa digunakan
jarum
untuk menciptakan garis yang akan menjadi warna tinta pekat, aquatint
menggunakan serbuk resin yang tahan asam untuk menciptakan efek tonal.
5. Drypoint
Merupakan variasi dari engraving, dikerjakan dengan alat runcing, bukan
dengan
alat burin berbentuk “v”. Sementara garis pada engraving sangat halus
dan
bertepi tajam, goresan drypoint meninggalkan kesan kasar pada tepi
garis. Kesan
ini memberi ciri kualitas garis yang lunak, dan kadang-kadang berkesan
kabur,
pada drypoint. Karena tekanan alat press dengan cepat merusak kesan
tersebut,
drypoint hanya berguna untuk jumlah edisi yang sangat kecil; sekitar
sepuluh
sampai duapuluh karya. Untuk mengatasi ini, penggunaan electro-plating
(pelapisan secara elektrik dengan bahan logam lain) telah dilakukan
sejak abad
sembilanbelas untuk mengeraskan permukaan plat.
Teknik ini
kelihatannya ditemukan oleh seorang seniman Jerman selatan abad
limabelas yang
memiliki julukan Housebook Master, di mana semua karya-karyanya
menggunakan
drypoint. Di antara seniman old master print yang menggunakan teknik
ini:
Albrecht Dürer memproduksi 3 karya drypoint sebelum akhirnya berhenti
menggunakannya; Rembrandt sering menggunakannya, tapi biasanya
digabungkan etsa
dan engraving.
6. Litografi
Litografi adalah teknik yang ditemukan pada tahun 1798 oleh Alois
Senefelder
dan didasari pada sifat kimiawi minyak dan air yang tak bisa bercampur.
Digunakan permukaan berpori, biasanya sejenis batu yang disebut
limestone/batu
kapur; gambar dibuat pada permukaan batu dengan medium berminyak.
Kemudian
dilakukan pengasaman , untuk mentransfer minyak ke batu, sehingga gambar
‘terbakar’ pada permukaan. Lalu dilapisi gum arab, bahan yang larut air,
menutupi permukaan batu yang tidak tertutupi medium gambar (yang
berbasis
minyak). Batu lantas dibasahi, air akan berada pada bagian permukaan
yang tidak
tertutup medium gambar berbasis minyak tadi; selanjutnya batu di-roll
dengan
tinta berbasis minyak ke seluruh permukaan; karena air menolak sifat
minyak
pada tinta maka tinta hanya menempel pada bagian gambar yang berminyak.
Kemudian selembar kertas lembab diletakkan pada permukaan, image/gambar
ditransfer ke kertas dengan menggunakan alat press. Teknik litografi
dikenal
dengan kemampuannya menangkap gradasi halus dan detail yang sangat
kecil.
Variasi dari
teknik ini adalah adalah foto-litografi, di mana gambar ditangkap lewat
proses
fotografis pada plat logam; kemudian pencetakan dilakukan dengan cara
yang
sama.
Seniman yang menggunakan teknik ini:
George Bellows, Pierre Bonnard, Honoré Daumier, M.C. Escher, Ellsworth
Kelly,
Willem de Kooning, Joan Miró, Edvard Munch, Emil Nolde, Pablo Picasso,
Odilon
Redon, Henri de Toulouse-Lautrec and Stow Wengenroth
7. Cetak Saring
Cetak saring dikenal juga dengan sablon atau serigrafi
menciptakan warna
padat dengan menggunakan teknik stensil. Mula-mula seniman menggambar
berkas
pada selembar kertas atau plastik (kadang-kadang dipakai juga film.)
Gambar
kemudian dilubangi untuk menciptakan stensil. (Bagian yang berlubang
adalah
bagian yang akan diwarnai.) Sebuah screen dibuat dari selembar kain
(asalnya
dulu menggunakan sutra) yang direntangkan pada rangka kayu. Selanjutnya
stensil
ditempelkan pada screen. Kemudian screen diletakkan di atas kertas
kering atau
kain. Tinta dituangkan di sisi dalam screen. Sebuah rakel dari karet
digunakan
untuk meratakan tinta melintasi screen, di atas stensil, dan menuju ke
kertas
atau kain. Screen diangkat ketika gambar sudah ditransfer ke
kertas/kain. Tiap
warna memerlukan stensil yang terpisah. Screen bisa dipakai lagi setelah
dibersihkan.
Seniman yang
menggunakan teknik ini:
Josef Albers, Chuck Close, Ralston Crawford, Robert Indiana, Roy
Lichtenstein,
Julian Opie, Robert Rauschenberg, Bridget Riley, Edward Ruscha, dan Andy
Warhol.
8. Cetak
Digital
Cetak digital merujuk pada image/citra yang diciptakan dengan komputer
menggunakan gambar, teknik cetak lain, foto, light pen serta tablet, dan
sebagainya. Citra tersebut bisa dicetak pada bahan yang bervariasi
termasuk
pada kertas, kain atau kanvas plastik. Reproduksi warna yang akurat
merupakan
kunci yang membedakan antara digital print berkualitas tinggi dengan
yang
berkualitas rendah. Warna metalik (emas, perak) sulit untuk direproduksi
secara
akurat karena akan memantul-balikkan sinar pada scanner digital. Cetak
digital
berkualitas tinggi biasanya direproduksi dengan menggunakan file data
ber-resolusi sangat tinggi dengan printer ber-presisi tinggi.
Cetak
digital bisa dicetak pada kertas printer desktop standar dan kemudian
ditransfer ke art paper tradisional. Salah satu cara mentransfer berkas
adalah dengan meletakkan hasil
cetakan menghadap permukaan, art paper kemudian diolesi dengan
Wintergreen oil
di belakang cetakan, kemudian dipress.
Sosiolog
Jean Baudrillard memiliki pengaruh besar dalam seni grafis digital lewat
teori
yang diuraikannya dalam Simulacra and Simulation.
Posting ini
hasil dari belajar saya selama ini yaitu Copas dari beberapa sumber. :)
Seni grafis adalah cabang seni rupa yang proses
pembuatan karyanya menggunakan teknik cetak, biasanya di atas kertas.
Kecuali pada teknik Monotype, prosesnya mampu menciptakan salinan karya yang
sama dalam jumlah banyak, ini yang disebut dengan proses cetak. Tiap salinan
karya dikenal sebagai ‘impression’. Lukisan atau drawing, di sisi lain,
menciptakan karya seni orisinil yang unik. Cetakan diciptakan dari permukaan
sebuah bahan , secara teknis disebut dengan matrix. Matrix yang umum digunakan
adalah: plat logam, biasanya tembaga atau seng untuk engraving atau etsa; batu
digunakan untuk litografi; papan kayu untuk woodcut/cukil kayu. Tiap-tiap hasil cetakan biasanya dianggap
sebagai karya seni orisinil, bukan sebuah salinan. Karya-karya yang dicetak
dari sebuah plat menciptakan sebuah edisi, di masa seni rupa modern
masing-masing karya ditandatangani dan diberi nomor untuk menandai bahwa karya
tersebut adalah edisi terbatas.
Media
Seniman grafis berkarya menggunakan berbagai macam media dari yang tradisional
sampai kontemporer, termasuk tinta ber-basis air, cat air, tinta ber-basis
minyak, pastel minyak, dan pigmen padat yang larut dalam air. Karya seni grafis
diciptakan di atas permukaan yang disebut dengan plat. Teknik dengan
menggunakan metode digital menjadi semakin populer saat ini. Permukaan atau
matrix yang dipakai dalam menciptakan karya grafis meliputi papan kayu, plat
logam, lembaran kaca akrilik, lembaran linoleum atau batu litografi. Teknik
lain yang disebut dengan serigrafi atau cetak saring (screen-printing)
menggunakan lembaran kain berpori yang direntangkan pada sebuah kerangka,
disebut dengan screen. Cetakan kecil bahkan bisa dibuat dengan menggunakan
permukaan kentang atau ketela.
Warna
Pembuat karya grafis memberi warna pada cetakan mereka dengan banyak cara.
Seringkali pewarnaannya dalam etsa,
cetak saring, cukil kayu serta linocut diterapkan
dengan menggunakan plat, papan atau screen yang terpisah atau dengan
menggunakan pendekatan reduksionis. Dalam teknik pewarnaan multi-plat, terdapat
sejumlah plat, screen atau papan, yang masing-masing menghasilkan warna yang
berbeda. Tiap plat, screen atau papan yang terpisah akan diberi tinta dengan
warna berbeda kemudian diterapkan pada tahap tertentu untuk menghasilkan
keseluruhan gambar. Rata-rata digunakan 3 sampai 4 plat, tapi adakalanya
seorang seniman grafis menggunakan sampai dengan tujuh plat. Tiap penerapan
warna akan berinteraksi dengan warna lain yang telah diterapkan pada kertas,
jadi sebelumnya perlu dipikirkan pemisahan warna. Biasanya warna yang paling
terang diterapkan lebih dulu kemudian ke warna yang lebih gelap.
Pendekatan
reduksionis untuk menghasilkan warna dimulai dengan papan kayu atau lino yang
kosong atau dengan goresan sederhana. Kemudian seniman mencukilnya lebih
lanjut, memberi warna lain dan mencetaknya lagi. Bagian lino atau kayu yang
dicukil akan mengekspos (tidak menimpa) warna yang telah tercetak sebelumnya.
Beberapa Karya Grafis yang sempat saya buat ini semuanya bertema Punokawan. Karena karakter mereka dalam pewayangan mesti selalu ditampilkan pada adegan goro-goro. Yang menurut saya pada adegan ini( Goro-goro )rakyat sipil dan para penguasa bisa saling membaur mengeluarkan uneg-uneg dan guyonanan. Karakter Punokawan beserta filosofi yang ada dalam diri mereka masing-masing, bagi saya mewakili apa yang terjadi di dunia ini.
" Wajib Belajar 9 Tahun ? ", Hardboardut & Hand Coloring on Papper, 80 cm x 60 cm
" Ojo Dumeh ",
Hardboardut & Hand Coloring on Papper, 90 cm x 70cm
" Nranyak ( Tidak Sopan) ) ",
Hardboardut & Hand Coloring on Papper, 80 cm x 60 cm
" Jalan Pintas ",
Hardboardut & Hand Coloring on Papper, 80 cm x 60 cm
Buat Ngramai-in Blog aja nih, Ane coba posting tentang karya ane,,hee,,
Basic saya kul di Jur Seni di sebuah Univ di Yogyakarta, Dulu sih kalo buat karya lukis masih ngikutin apa yang lagi booming aja, Kontmporer kalo dulu yang lgi trend. Dmn2 pameran yang diadain itu2 mulu, walo ada juga c yang g kaya gt. Tp kan yang paling gampang n mudah diingat adalah kotemporer, maklum masih kroco,sekarang juga masih kroco juga!haa
Sayanganya sampai sekarang gak sempat foto tu karya jaman bahula,,next time lah, ane uplod buat ngramai-in ni blog lg dg edisi nostalgia!haa,,
Sekarang dah beda ma yg dulu, kosentrasi jurusan yg ane ambil Grafis murni, beda dengan DKV/ Desain Grafis. Teknik grafis yg ane gunakan adalah hardbod cut smentara ini, Bisa dibilang cetak ini adalah nenek moyangnya foto copy, dsb walo dulu medianya berbeda,,Jadi karya ane sekarang berubah drastis, dari segi tekhnik, tema, aliran ma media,,
Ni gan salah satu hasil karya ane, masih belajar sih jdi ya menurut ane sndiri belum sempurna. Karya2 saya sekarang terinspirasi dari tokoh wayang yaitu para punokawan, ya kalo mau tau filosofinya tanya mbah Google, dah banyak postingmya!hee..
Tapi sayang, Ni karya dah ada di SMA N 1 Pleret Bantul, katanya sih buat koleksi galeri disana. Tempat ane KKN dulu. hee...
Lain kali ane uplod karya ane yang lain Gan n berbagi informasi,, salam seni,,